Ritual Adat Dan Misteri Alam Astral
BANGGAI – Pelaksanaan ritual adat Banggai selalu menarik dan mengundang pembicaraan.
Hal itu karena kuatnya selimut astral dan kisah-kisah misteri yang sering mewarnai jalannya prosesi.
Seperti perayaan Malabot Tumbe yang baru selesai penutupannya pada Senin (4/12) malam lalu.
Selepas penutupan, sebagaimana biasa warga Kembali dengan rutinitas keseharian.
Dan panitia boleh menarik nafas lega. Beristirahat menghilangkan kepenatan setelah sekian lama bergelut dengan tenggat waktu yang mengejar.
Baca Juga : Malabot Tumbe Dari Sudut Pandang Pemerhati Budaya
Namun satu hal yang pasti, dalam benak orang-orang masih tersisa beragam pertanyaan tentang kejadian aneh selama berjalannya festival yang yang menimbulkan penasaran.
Tajuk kali ini kita akan mengulas fenomena-fenomena tersebut sebagai suplemen perbincangan.
Gelang Penghias Yang Tak Cukup
Pada perayaan Festival Malabot Tumbe tahun ini, panitia menyiapkan satu group tari kolosal terdiri 60 penari.
Mereka berasal dari berbagai sanggar seni lokal juga siswi-siswi berbakat rekrutan dr. Enal dan Restu sebagai manager art.
Cerita bernuansa mistis bermula dari sini.
Khabarnya, berdasar citra Drone (Kamera Layang, red), saat penampilan, rombongan penari itu bertambah satu personal misterius yang hingga hari ini masih membingungkan.
“Saya juga kaget. Merinding ehhh… Setelah kami menghitung hasil foto Drone ternyata itu penari so jadi 61 orang,” ujar cameramen.
Kisah ini mendapat korelasi langsung dari tim tata rias.
Koordinator tata rias mengaku telah menyiapkan 60 pasang gelang tangan, Sanggul dan penyambung bulu mata guna keperluan riasan.
Sanggul jadi salah satu perlengkapan sehingga para penari kesannya seragam dengan panjang rambut yang sama.
“Tapi setelah semua terpakai ternyata masih ada satu penari yang tidak kebagian gelang dan bulu mata.
Artinya, saya harus menambah satu lagi gelang padahal sudah pas 60 yang saya siapkan,” ujar dia.
Tapi karena kesibukan dan fokus pada rias merias, keanehan itu luput dari perhatian.
“Nanti ada cerita penarinya bertambah, baru saya ingat kekurangan gelang dan riasan bulu mata itu. Yang saya heran, sanggulnya cukup,” sambung sang perias.
Berdasar kisah itu, beberapa pemuka adat setempat meyakini bahwa kelebihan satu orang penari itu adalah sosok gaib ‘Puteri Banggai’ yang turut memeriahkan acara.
Pemuka adat itu berpendapat, sang puteri hanya perlu ‘meminjam’ Gelang, sedangkan untuk Sanggul agaknya tak soal karena konon ‘puteri Banggai’ memang berambut panjang sehingga tak butuh tambahan Sanggul.
“Makanya yang kurang cuma gelang,” tuturnya.
Lumpinggon
Sudah jadi pemandangan umum warga Banggai, bahwa pada sejumlah momen adat sering terjadi fenomena kerasukan.
Hal ini berlaku pula menjelang atau saat pelaksanaan ritual Malabot Tumbe.
Fenomena ini oleh orang Banggai lebih mengakrabinya dengan istilah Lumpinggon.
Itu adalah keadaan seseorang yang kehilangan kesadaran atau kepribadiannya berubah sebagaimana kepribadian sosok gaib yang masuk ke alam bathin atau alam bawah sadarnya.
“Itu pemahaman kami orang Banggai. Semua berangkat dari status kota ini sebagai bekas kerajaan tua yang sekelilingnya berdiri situs-situs keramat yang eksis sampai sekarang,” ungkap sumber setempat.
Jika kondisi Lumpinggon terjadi kata dia, maka yang bersangkutan akan berbicara aneh yang biasanya berupa nasihat atau petunjuk dan ada kalanya berupa ungkapan kemarahan karena ada perbuatan yang melanggar adat.
Baca Juga : Memotret Geliat Ekonomi “Malabot Tumbe”
Saat penyelenggaraan festival, sedikitnya ada tujuh sampai delapan orang yang kerasukan.
“Rombongan penari saja ada berapa yang kena,” imbuh warga.
Meski tak berdampak serius dan efek Lumpinggon tak berlangsung lama namun fenomena ini memantik penasaran.
Masih banyak kisah lain yang juga misteri.
Seperti penampakan siluet aneh saat orang mengambil foto atau sekedar bulu kuduk yang tiba-tiba berdiri membarengi perasaan mencekam yang tanpa sebab.
Entahlah, bisa jadi ini hanya pernak-pernik Malabot Tumbe yang mungkin terlihat remeh. Tapi begitulah Banggai.
Kota kecil, bekas ibukota Kerajaan yang berdaulat tempo doeloe yang wilayahnya membentang di tiga kabupaten Banggai bersaudara hingga ke dataran Tanjung Api dan Morowali. (Sbt)