BlogTajuk Rencana

Politik Uang Ancaman Kualitas Demokrasi

MEDIA KERATON, BANGGAI – Fenomena politik uang (Money Politics) pada pelaksanaan pemilihan legislatif 2024 memasuki level yang sangat memprihatinkan.

Demi meraih suara, para calon kandidat telah menjadikan pesta demokrasi yang seharusnya penuh dengan pertarungan gagasan dan ide berubah bak pasar loak.

Obrolan tentang caleg yang berani membayar sejumlah uang bagi yang mau memilihnya sangat mudah ditemukan. Semua serba terbuka dan tanpa malu-malu lagi.

Baca Juga : Menuju Kursi DPR-RI, Hj. Nilam Sari Dapat Dukungan Warga Balut

Sebagai dampak alamiah dari suatu proses elektoral, fenomena money politic nyaris tak terhindarkan.

Memang ini adalah perkara klasik yang berulang terjadi dari pemilu ke pemilu.

Kualitas figur bukan lagi pertimbangan utama. Yang penting ada ‘fulus’ jalan ke parlemen bakal mulus.

Kesulitan Ekonomi Suburkan Money Politic

Terpuruknya kondisi ekonomi bersama tuntutan kebutuhan yang mendesak telah mendobrak daya tahan spiritualitas warga.

Mereka tak sempat lagi berpikir panjang.

“Hari ini ada uang ada suara,” celetuk mereka.

Secara sederhana, Media Keraton telah mencoba lakukan pendalaman masalah. Beberapa warga yang diwawancarai mengaku tak alergi dengan politik uang bahkan menganggapnya sebagai kesempatan berpesta.

“Kalu ada yang kase uang itu yang saya mo coblos daripada tek dapat apa-apa,..!? Abis itu terserah dia mo terpilih atau tidak torang pe kehidupan so babagini terus…,” ucap warga.

Orang-orang tak peduli betapa suara mereka bakal jadi penentu masa depan negeri ini.

Selain masalah perekonomian yang mencekik, sebagian besar warga menganggap fungsi wakil rakyat di parlemen tak berdampak pada perubahan hidup mereka.

Kurangnya Literasi Politik

Kesimpulan sementara dari fenomena ini adalah bahwa pembelajaran politik arus bawah tidak berjalan sebagaimana mestinya.

Minimnya literasi terkait ide-ide dan gagasan membuat warga makin apatis dan menyuburkan politik transaksional demi ambisi kekuasaan.

Realitas ini membuka ruang lebar bagi kaum berduit mengendalikan hasil pemilu. Memanfaatkan kesulitan masyarakat, mereka yang punya modal ramai-ramai terjun berburu. Ada yang langsung dan ada juga yang melalui perantara atau tim sukses.

Hasilnya, orang-orang baik yang melangkah dengan prinsip-prinsip moral serta mendedikasikan jalur politik sebagai perjuangan menuju kesejahteraan bersama, tak lagi mendapat tempat bahkan semakin terpinggirkan.

Vooting Day masih dua pekan lagi, masih ada kesempatan.

Saatnya membangun kesadaran untuk memilih wakil rakyat yang dapat dipercaya.

Politikus yang membangun kekuasaan dari tumpukan uang tak akan berpihak pada negeri. Karena orientasi mereka saat terpilih adalah mencari kembali uang yang terpakai kampanye. Bagaimanapun caranya.

Kerja-kerja untuk masyarakat…? Janji-janji politik…?

Ahh, itu tak penting lagi karena rakyat sudah terima bayarannya…!!! (Sbt)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *