Memotret Geliat Ekonomi “Malabot Tumbe”
BANGGAI – Memotret geliat ekonomi jelang Festival Malabot Tumbe hingga penutupannya, Senin (4/12) malam, memberi gambaran cukup betapa keramaian berbasis kearifan lokal itu telah berkontribusi signifikan terhadap roda perekonomian Banggai Laut.
Selama penyelenggaraan mulai dari persiapan pra kondisi hingga malam puncak acara, pengaruh perhelatan tahunan yang digeber selama empat hari berturut secara meyakinkan telah membangkitkan gairah berbagai sektor usaha.
Baca juga : Malabot Tumbe Antara Budaya dan Pelestarian
Memang, belum sempat atau belum ada data kajian spesifik terkait dampak keekonomian penyelenggaraan festival namun secara sederhana berangkat dari pengamatan kasuistik Malabot Tumbe tahun ini terdapat beberapa catatan menarik.
Hotel dan Penginapan Full Booking
Amatan media Ini, sejak hari pertama kegiatan, sejumlah fasilitas penginapan baik Hotel, penginapan bahkan Homestay dalam kota Banggai terisi penuh.
Sebut saja, Hotel Banggai, Hotel Carabella, penginapan Batara beserta fasilitas homestaynya dan beberapa lagi yang lain, benar-benar full booking.
Tak satupun kamar tersisa, padahal yang mengantri masih berjubel.
Memang rombongan tak melulu berhubungan langsung dengan adanya upacara ritual sakral itu, karena di waktu yang hampir bersamaan, pemerintah Provinsi juga menggelar acara Musyawarah Kerja Kepala Sekolah yang menghadirkan ratusan kepsek SMA sederajat di kota Banggai.
Namun, pesona Malabot Tumbe setidaknya telah menginspirasi penyelenggara event untuk sekedar mendekatkan tanggal perhelatan.
Lebih mudah membayangkan, betapa antusiasnya pengunjung adalah dengan kenyataan penuhnya semua kamar hotel dan home stay padahal sebagian besar warga Luwuk, Batui dan sekitarnya sebagai rombongan pembawa telur Maleo telah tercover bertebaran menempati puluhan rumah keluarga dan kerabat setempat.
“Di rumah saya menampung hampir duapuluh orang keluarga Batui,” ujar Jemmy, warga lokal yang rumahnya tak jauh Dari komplek Keraton Banggai.
Menilik dari ketersediaan fasilitas menginap, kota Banggai sebagai pusat kegiatan membuktikan bahwa peluang usaha perhotelan masih sangat menjanjikan. Tercatat kota kecil ini sedikitnya memiliki tujuh atau delapan hotel, puluhan penginapan dan sejumlah Home Stay.
Baca Juga : Tim Ahli ITS Presentasi Akhir Penyusunan RTRW Balut
Hotel Banggai misalnya.
Hunian berbayar yang cukup megah itu setidaknya punya tigapuluh kamar dan sudah terisi penuh sejak hari pertama.
Begitupun hotel Carabella di kawasan desa Lampa.
Apalagi semisal penginapan Batara, penginapan Roen atau home stay Arafat yang letaknya cukup dekat dengan Taman Kota dan kawasan istana Keraton, jangan harap ada ruang tersisa.
Sungguh panen besar yang sangat menggoda pengusaha properti.
Kuliner dan Cafe Gerobak Laris Manis
Setelah fasilitas menginap, kita beranjak ke stand penjual makanan.
“Habis mas,” jawab salah satu penjual Bakso dan Tahu Isi sambil melirik ke lapak sebelahnya, stand Nasi Goreng seperti memberi isyarat.
Beringsut, pewarta mencoba bertanya dan lagi-lagi negatif.
“Maaf bang, kalau mau menunggu, anak buah lagi ngambil nasi di rumah. Persediaan tadi tiga baskom dah habis,” jelas penjual Nasi Goreng.
Tak putus asa, akhirnya pilihan jatuh ke gerobak mini penyaji minuman. Ada beraneka jenis suguhan Kopi dan Gorengan, lumayan sebagai pengganjal perut.
Beruntung masih ada persediaan namun karena datang belakangan, terpaksa harus rela berdiri karena beberapa stel kursi kayunya telah terisi.
Mereka para muda milenials yang seperti biasa ramai dengan ocehan tak berpola, ciri khas gen-Z.
Wahana Permainan Anak Yang Luar Biasa
Sambil menyeruput kopi, pandangan pewarta tertumbuk pada kumpulan wahana bermain anak.
Mereka lesehan, mengambil sepertiga badan jalan depan markas Polsek. Ada kolam plastik kecil berisi berbagai miniatur Ikan, Bebek dan Kura-Kura. Nanti anak-anak akan bermain dulu-duluan menjaring atau memancing pakai kail Magnet….
Ada juga Odong-Odong, perosotan atau sekedar mewarnai lukisan. Semua ala kadarnya dan sederhana.
Dan sambil jongkok sejengkal dari aspal….
Saat itu pukul 01.00 dini hari.
“Baru mo tutup, dek…!? tanya awak media ini.
“Iya oom,”
“Berapa hasil malam ini…!?”
“Lumayan, oom. Baru selesai dihitung sekitar 800 ribu perak,” jawab penjaga wahana itu, gadis tanggung seumuran siswi SMP.
Hmm…. Hasil yang luar biasa, mengingat sewa sekali bermain hanya kisaran lima ribu sampai 10 ribu-an per anak.
Demikianlah Malabot Tumbe….
Semoga kita masih menyaksikannya tahun depan. (Sbt)
.