BeritaBlogDaerahPariwisata

Alih Fungsi Keraton, Irwan Zaman Sebut Dispar Salah Kamar

mediakeraton.com, BANGGAI – Polemik terkait alih fungsi Istana Keraton Batomundoan Banggai jadi Museum Daerah kabupaten Banggai Laut nampaknya bakal bergulir panjang.

Setelah mendapat penolakan dari sejumlah aktivis adat, Pemangku Tomundo Banggai, Irwan Zaman akhirnya angkat bicara.

Sebagaimana diketahui, polemik bermula ketika Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (DIsparbud) Banggai Laut melalui bidang Seni dan Budaya memrogramkan pengadaan Museum Daerah.

Program itu menindak lanjuti Surat Keputusan Bupati tahun 2023 yang kemudian berproses hingga ke Dinas Kebudayaan provinsi Sulawesi Tengah serta Balai Cagar Budaya Palu, Sampai dengan peresmiannya oleh bupati Sofyan Kaepa pada Senin (22/7) kemarin.

Celakanya, untuk merealisasikan ide besar itu, bidang Seni dan Budaya yang dikomandani Syarif Uda’a malah menyasar gedung bekas Istana Keraton Banggai.

Syarif dan tim kerjanya berniat mengalih fungsikan bangunan bersejarah itu menjadi Museum Daerah.

BACA : Resmikan Museum Daerah, Ini Pernyataan Sofyan Kaepa

Kebijakan tersebut sontak membuat psikologi warga adat bergejolak.

Pasalnya, sampai dengan peresmian, dinas Pariwisata terkesan bertindak diam-diam, tanpa melalui sosialisasi terlebih dahulu sehingga banyak pihak yang mengaku terkejut.

Jangankan masyarakat umum, kalangan keluarga besar batomundoan (keluarga kerajaan, red) pun bingung karena merasa tak pernah dilibatkan.

Salah satunya adalah Irwan Zaman.

Dia adalah pemangku sementara Batomundoan, menggantikan kakaknya Tomundo Banggai ke- XXII, Iskandar Zaman yang telah mangkat beberapa tahun silam.

Tak hanya terkejut, Irwan Zaman bahkan marah besar.

Ia menilai, dengan kebijakan itu pihak pemda Balut dalam hal ini Dinas Pariwisata telah menyepelekan harkat dan martabat masyarakat adat Banggai

Baginya, keberadaan Keraton sebagai bekas Istana raja merupakan salah satu pembuktian otentik bahwa Banggai ini pernah berdiri satu Kerajaan yang berdaulat.

Baca juga : Peresmian Museum Dispar Balut Gaungkan Motto Penjaga Sejarah

“Coba anda bayangkan. Orang datang ke Banggai ini mau lihat keraton. Walaupun tidak ada isinya tapi di sana ada histori.

Ada jati diri dan identitas orang Banggai sebagaimana keraton Buton, Yogyakarta dan keraton-keraton lain se-Nusantara.

Kenapa pemerintah yang katanya mengusung visi Kearifan Lokal Yang Berbudaya malah hendak merubahnya jadi Museum Daerah….

Terlalu picik kebijakan ini. Picik dan aneh,” cecarnya dalam puncak emosi.

Menurut dia, masih banyak fasilitas lain yang bisa digunakan jika memang pemda belum ada uang untuk bangun Museum.

“Jangan keraton…. Itu situs bersejarah warisan Batomundoan yang seharusnya pemerintah berkewajiban melindungi dan melestarikan sebagai khazanah para leluhur,” ujarnya.

Irwan mengaku kalau selama ini masyarakat adat Banggai sudah banyak mengalah.

Kata dia, sebelumnya pemda telah mengambil aset kerajaan yang berlokasi tak jauh dari komplek Keraton yang sekarang menjadi kantor Dinas Pariwisata.

Ada juga bangunan kuno dekat kantor cabang BNI yang sekian lama pernah jadi kantor Dinas Dikpora.

“Hari ini setelah Dikpora punya kantor sendiri  gedung itu terbiar terbengkalai, bahkan sudah nyaris hancur. Selama ini kami diam saja. Kami bangga bahwa ada warisan leluhur yang bisa berkontribusi untuk Kabupaten. Eh, sekarang mereka mau ganggu lagi Keraton… Pemerintah macam apa ini..???” sergahnya dengan intonasi meninggi.

Baca Juga : Hamsen B Kuat Kecam Alih Fungsi Keraton Batomundoan Jadi Museum Daerah

Terkait kemarahan pemuka adat itu, wartawan mediakeraton.com telah mengonfirmasi pihak Dinas pariwisata Balut sesaat menjelang peresmian museum.

Adalah Hardan Mondika, salah seorang staf bidang Budaya dan Seni membantah jika program mereka disebut berproses tanpa sosialisasi.

Ia menyatakan bahwa sebelumnya mereka telah meminta dan memfasilitasi para Basalo untuk mengadakan ‘Seba’ (musyawarah adat, red), beberapa waktu lalu.

  • Sekedar catatan : Dalam struktur masyarakat adat Banggai terdapat tiga strata besar mencakup Batomundoan (Raja dan perangkat kerajaan), kenudian ada Babasaloan yang terdiri dari Empat Basalo yang meliputii empat wilayah ke-basaloan, kemudian ada pula Bakamalian yang merupakan pengurus Kamali (Rumah Keramat) Banggai.

Hardan juga menunjukkan lampiran tanda tangan para Basalo sebagai bukti persetujuan dan dukungan.

“Jadi ini bukan tindakan sepihak dari Dinas, tapi telah melalui proses Keputusan Bersama Masyarakat Adat sebagai kesepakatan. Dan Keraton ini hanya kami gunakan sementara sebelum gedung museum daerah terbangun,” ungkapnya.

Tak hanya Hardan, media juga mewawancarai Basalo Singgolok, Adrin Kunut (salah satu dari Empat Basalo Banggai) yang membenarkan perihal Seba tersebut.

“Iya. Dalam Seba itu, kami semua Empat Basalo termasuk saya menyetujui program Museum Daerah,” terangnya singkat.

Kembali ke perbincangan bersama Plt. Tomundo, Irwan Zaman.

Mendengar pernyataan Hardan dan salah satu Basalo Adrin Kunut, lelaki bertampang serius itu nampak mengelus dada.

Sambil mengepal tangan, Irwan menyatakan keputusan Seba Basalo terkait hal-ihwal Istana keraton salah kamar dan hanya menunjukkan bahwa mereka yang terlibat dalam urusan ini sebagai orang yang tidak paham tradisi masyarakat adat Banggai.

“Keraton itu terkait dengan warga Batomundoan, bukan dengan Babasaloan, itu satu.

Yang kedua, secara tradisi hanya ada dua Seba Basalo yaitu yang terkait pengangkatan Raja. Tidak ada Seba lain. Masak Batomundoan yang punya barang, tapi musyawarahnya dengan Basalo, picik sekali itu..,” tandasnya.

Ia menyatakan pada prinsipnya pihaknya keberatan perihal alih fungsi Keraton dan akan memperjuangkan perkara ini hingga selesai.

“Besok lusa kami akan mengunjungi kantor Disparbud. Saya akan minta kunci-kunci Keraton,” pungkasnya. (Sbt)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *