BRICS : Peluang Emas atau Dilema Baru bagi Kebijakan Luar Negeri Bebas Aktif Indonesia
Mediakeraton.com – Menyikapi hegemoni negara-negara maju yang berasal dari Eropa, Amerika, dan beberapa dari Asia terhadap kekuatan ekonomi global, maka pada sekitar limabelas tahun yang lalu, tepatnya pada 2009, Lima negara berkembang besar yang terdiri dari Russia, India, Brazil, China, dan South Afrika bergabung dan mendirikan suatu kelompok kerjasama internasional yang bernama BRICS (akronim dalam bahasa Inggris dari: Brazil, Russia, India, China, South Africa)
Mengutip laman resmi Council on Foreign Relation, BRICS ini berfungsi mengkoordinasikan dan memuluskan kerjasama ekonomi negara-negara berkembang dengan tujuan meningkatkan produktivitas ekonomi mereka agar berada sejajar dengan negara-negara maju.
Kehadiran BRICS sebagai salah satu kekuatan penyeimbang dari tatanan ekonomi dunia telah menimbulkan sejumlah ketegangan.
Negara-negara maju Eropa dan Amerika memandang kelompok ini sebagai ancaman serius yang berpotensi melemahkan pengaruh dan posisi mereka dalam percaturan perekonomian internasional.
Ancaman ini menjadi semakin nyata ketika pada tahun 2023, keanggotaan BRICS diperluas dengan masuknya Ethiopia, Iran, Mesir dan Uni Emirat Arab (UEA).
Melansir CNN Indonesia, Saat ini, BRICS punya beberapa fokus program kerja.
Untuk mencapai tujuan ekonomi bersama di antara negara-negara anggota, BRICS mencanangkan setidaknya Empat fokus program sebagai berikut:
- Mengurangi ketergantungan terhadap dolar Amerika Serikat
- Memuluskan koordinasi kebijakan ekonomi di antara negara-negara anggota
- Menciptakan system keuangan alternatif
- Memperluas pengaruh ekonomi global melalui negara-negara anggota
Tidak tanggung-tanggung, bahkan dalam implementasi menjawab problem ketergantungan terhadap dollar, negara-negara BRICS berencana membuat mata uang sendiri yang bakal memfasilitasi seluruh kegiatan perdagangan antar negara-negara anggota.
Dalam dinamika geopolitik yang semakin kompleks itu, muncul pertanyaan penting : Apakah Indonesia perlu bergabung dengan BRICS, Bagaimana peluang dan tantangannya serta pengaruhnya terhadap kebijakan politik luar negeri yang Bebas Aktif..?
Konsistensi dan konsekwensi penerapan Politik Bebas Aktif
Konsep diplomasi yang menjadi landasan kebijakan luar negeri Indonesia tercermin dalam pembukaan UUD 1945.
Sejak awal kemerdekaan konsep kebangsaan menegaskan bahwa kemerdekaan adalah hak segala bangsa dan penjajahan di atas bumi harus dihapuskan.
Indonesia juga berkomitmen untuk mewujudkan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Berdasar prinsip ini, Indonesia menerapkan politik bebas aktif yang berarti Indonesia bebas menentukan sikap tanpa pengaruh atau keberpihakan kepada kekuatan tertentu namun tetap berkontribusi aktif dalam menjaga perdamaian dan stabilitas global.
BRICS sebagai Peluang Emas
Dalam kondisi ketidak pastian ekonomi global, BRICS telah menunjukkan perannya sebagai kekuatan alternatif yang mendorong tatanan dunia multipolar yang bagi Indonesia, keanggotaan dalam aliansi tersebut menawarkan sejumlah peluang strategis.
Saat ini Indonesia telah menunjukkan minat untuk bergabung dengan BRICS.
Minat ini sejalan dengan upaya Indonesia untuk memperluas pengaruh dalam pergaulan inernasional dan mencari peluang kerjasama yang lebih besar.
Pertama, Indonesia dapat memperluas kerjasama ekonomi dengan negara-negara anggota BRICS.
Dengan populasi yang besar dan tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi, negara-negara seperti Cina, India, dan Brazil adalah mitra potensial yang dapat memperlebar pangsa pasar Indonesia.
Selain itu, keberadaan New Development Bank (NDB) sebagai lembaga keuangan BRICS dapat membuka akses pendanaan prospektif untuk proyek infrastruktur dan pembangunan.
Kedua, BRICS menyediakan energi baru bagi Indonesia untuk berperan lebih aktif dalam isu-isu global seperti reformasi tatakelola ekonomi dunia, perubahan iklim, dan ketahanan pangan.
Sebagai negara yang telah lama mempromosikan kerjasama negara-negara berkembang, Indonesia juga dapat memanfaatkan keanggotaannya untuk memperjuangkan agenda bersama yang lebih inklusif.
Ketiga, bergabung dengan BRICS dapat memperkuat diplomasi Indonesia dalam mewujudkan tatanan dunia yang lebih adil dan seimbang.
Langkah ini sejalan dengan semangat politik bebas aktif yang menolak hegemoni satu blok kekuatan tertentu.
BRICS sebagai Dilema Baru
Tapi disisi lain, keterlibatan ini dapat menghadirkan dilema baru bagi implementasi prinsip politik luar negeri yang bebas aktif.
Potensi besar BRICS juga datang dengan tantangan yang tidak dapat diabaikan.
Salah satu dilema utama adalah posisi geopolitik Indonesia di tengah persaingan kekuatan besar dunia.
Menjadi anggota BRICS dapat menciptakan kesan bahwa Indonesia berpihak pada blok tertentu, terutama karena Rusia dan Cina sering dianggap berseberangan dengan negara-negara Barat.
Hal ini dapat mempengaruhi hubungan Indonesia dengan mitra-mitra strategis seperti Amerika Serikat dan Uni Eropa, yang juga merupakan mitra dagang utama Indonesia.
Selain itu, keragaman kepentingan di dalam BRICS sendiri bisa menjadi tantangan.
Rusia dan Cina, misalnya, memiliki agenda geopolitik yang sering kali tidak sejalan dengan negara-negara lain.
Indonesia, yang selama ini berperan sebagai penengah dalam berbagai konflik kawasan, perlu memastikan bahwa partisipasinya di BRICS tidak merusak citra independensinya.
Agenda de-dolarisasi yang diusung BRICS juga merupakan issue sensitif yang butuh langkah bijaksana dan solutif.
Sebagai negara yang punya keterkaitan erat dengan system keuangan global, Indonesia perlu berhati-hati agar langkah ini tidak menimbulkan resiko ekonomi domestik.
Menjaga Prinsip Bebas Aktif
Keterlibatan Indonesia di BRICS harus dilihat sebagai peluang untuk memperkuat posisi internasional tanpa mengorbankan prinsip bebas aktif.
Indonesia memiliki peluang besar untuk menjadi jembatan komunikasi antara BRICS dan blok Barat, sekaligus mendorong agenda bersama yang mendukung kepentingan negara-negara berkembang.
Diplomasi yang cermat dan strategi yang matang akan menjadi kunci bagi Indonesia untuk memanfaatkan BRICS sebagai platform, bukan sebagai jebakan geopolitik.
Dalam hal ini, BRICS bisa jadi ruang baru bagi Indonesia untuk memperluas komunikasi dalam memperjuangkan kepentingan nasional tanpa kehilangan marwahnya.
Bagi Indonesia, bergabung dengan BRICS adalah pilihan yang perlu pertimbangan hati-hati.
Apakah ini akan menjadi peluang emas atau justru dilemma baru, sangat bergantung pada bagaimana Indonesia memainkan perannya di panggung internasional.
Yang jelas, politik bebas aktif harus tetap menjadi fondasi utama dalam setiap langkah kebijakan luar negeri Indonesia.
Dan keselamatan serta eksistensi warga negara tidak menjadi bagian yang mesti dipertaruhkan. (Dew-Sophie)
Penulis : Dewinda Djaledje – Sophie Nabilah Marwah
Editor : Syamsul Bahri Tayeb